Rabu, 24 Oktober 2007

Antara The Cure, Brad Renfro, & Muhammad Renfro



The Cure is a 1995 film starring Brad Renfro and Joseph Mazzello about two boys searching for the cure of AIDS, from which one of them is suffering. It was produced by Eric Eisner and Mark Burg, who has since gained fame as the producer behind the "Saw" films.

In the story, Erik (Brad Renfro), an adolescent loner with a distant mother, moves into a new area where his next-door neighbours include eleven-year-old Dexter (Joseph Mazzello), who contracted AIDS through a blood transfusion. Despite their differences, the two become good friends as Erik seeks a family in Dexter and his genial mother. But when the boys read about a doctor in distant New Orleans who claims to have found a cure for AIDS, they set out on their own down the Mississippi River in the hope of saving Dexter's life.

The Cure adalah salah satu film favorit dari sekian banyak film yang pernah saya tonton. Pertama sekali, film tersebut saya tonton di Gadjah Mada Plasa di Kota Malang pada tahun 1995. Saat itu saya masih kuliah, kira-kira semester empat atau lima. Waduh, waktu itu saya sedang maniak sekali nonton film. Salah satu temen nonton adalah sahabatku, namanya Amir, biasa dan lebih akrab dipanggil Semir, asli Sumbawa-NTB.

Nonton yang kedua, pada tahun 2000-an awal gitu kayaknya. Saya lupa. Film tersebut ditayangkan di RCTI. Sayangnya, saya hanya nonton sepenggal, pas tidak tahu jadwal tayangnya. Padahal, sudah lama ditunggu-tunggu. Terus sampai sekarang tidak pernah menontonnya lagi. Sudah coba mencari-cari, tapi belum ketemu VCD atau DVD-nya. Ada yang bisa bantu? Please...........!

Mengapa film itu menarik buat saya? Sebenarnya, saya lebih suka nonton film-film bergenre drama romantis atau film-film bersetting klasik, kayak Irlandia tempo dulu gitu. Akan tetapi, The Cure yang saya tonton tanpa direncanakan telah memberikan wacana lain yang berbeda dengan film-film sebelumnya. Mengapa? Karena The Cure adalah film dengan pemeran anak-anak, yaitu Brad Renfro dan lain-lain. Sekarang mereka sudah besar dan tumbuh menjadi artis remaja. Beberapa film yang dibintangi Brad salah satunya pernah saya tonton. Sudah beda, kurang imut dibanding dulu. Ya, iyalah...!

Film ini berkisah tentang hidup bertetangga. Di antara deret rumah, terdapat dua rumah bersebelahan dengan keadaan yang sama. Seorang ibu (single parent), masing-masing dengan seorang putra usia puluhan tahun. Rumah mereka dibatasi pagar terbuat dari kayu dengan tinggi dua kali tinggi anak-anak tersebut sehingga keduanya tak dapat bermain bersama. Tragisnya lagi, kondisi tak bersahabat memang sengaja diciptakan oleh ibunda Erik (Brad Renfro) agar tak bergaul dengan Dexter (Joseph Mazzello). hal itu terjadi karena ibu Erik mengetahui kalau Dexter mengidap AIDS.

Akan tetapi, saat kedua orang tua mereka bekerja, Erik sering mengintip rumah Dexter dengan cara memanjat pagar. Dilihatnya Dexter sedang bermain sendiri. Oleh karena sama-sama kesepian, akhirnya mereka berteman, bermain bersama tanpa sepengetahuan orang tua (terutama orang tua Erik), bahkan mereka berdua kemudian bersahabat.

Suatu ketika ibu Erik mengetahui perilaku anaknya. Erik dimarahi habis-habisan. Bahkan suatu ketika, tamparan mendarat di pipinya. Di sisi lain, ibu Dexter sangat merasa bahagia atas persahabtan mereka berdua. Erik diperlakukan seperti anaknya sendiri. Erik seolah mendapat ketenangan dan kedamaian baru. Kasih sayang yang diberikan ibu Dexter jarang diberikan ibunya yang super sibuk dan lumayan keras dalam mendidik.

Dengan agak-agak sedikit lupa, begini ceritanya.

Suatu ketika, dengan dorongan ingin menyembuhkan penyakit sahabatnya, mereka berdua sepakat mencari pengobatan tradisional, yaitu ramuan dedauanan. Dengan menggunakan perahu karet, mereka menyusuri anak sungai yang tak jauh dari kediaman mereka. Mereka mengikuti aliran sungai, jauh, semakin jauh dan semakin agak besar sungainya.

Sepanjang perjalanan, Erik memetik dedaunan dan buah-buahan hutan untuk dicoba Dexter. Karena begitu beasarnya semangat Dexter untuk sembuh, dexter pun dengan rela dan senang hati mencoba mengunyah dan memakannya, meski tak jarang rasa pahit dan getir meradang di lidah dan tenggorokannya.

Di sisi lain kedua orang tua mereka sibuk mencari keberadaan Erik dan Dexter. Sementara itu keduanya semakin jauh mengikuti aliran air. Sampai kemudian mereka naik ke darat dan berjalan mengikuti jalan yang ada di depannya. Di tengah perjalanan, mereka dikejar-kejar penjahat yang hendak mengganggunya. Mereka berlari sangat kencang tanpa arah yang jelas. Akan tetapi, langkah kecil mereka tentu tak sebanding dengan langkah lelaki yang mengejarnya. Mereka berdua tertaih-tatih dalam kepanikan. Terlebih ketika mereka sampai pada jalan yang tertutup pagar kawat yang sangat tinggi untuk ukuran mereka. Mereka semakin panik! Tiba-tiba Dexter menggigit jarinya. Darah pun mengucur. Erik semakin panik. Tiba-tiba Dexter berujar dengan tersengal-sengal kepada lelaki jahat di depannya. Kurang lebih begini, "Majulah! Maju!" Dan, menunjukkan darah yang mengucur, Dexter melanjutkan ucapannya. "Maju! Asal engkau tahu, aku pengidap AIDS. Kalau kamu mendekat, darah ini akan kucipratkan padamu!"

Sejurus kemudian si lelaki lari terbirit-birit. Dia tahu dan sadar, darah pengidap AIDS tentu berbahaya. Sepeninggal lelaki itu, keduanya mearasa lega. Mereka melanjutkan perjalanan. Cerita kilatnya (lupa gimana prosesnya), mereka berdua sampai kembali ke rumah. Tentu Erik mendapat semprotan yang luar biasa dari ibunya. Bahkan, pukulan pun kembali mendarat di wajahnya. Tentang perilaku ibu Erik, ibu Dexter mengetahuinya. Dia begitu kasihan kepada Erik. Bahkan, dia sangat geregetan dan inginm melabrak ke rumahnya, tetapi tak dilakukannya.

Dan, ceritanya pun berakhir sedih. Akhirnya, Dexter semakin kritis. Dan, nyawa pun menjemput. Erik sangat merasa kehilangan atas kepergian sahabatnya. Erik pun datang sendiri ke rumah Dexter yang sudah di penuhi penziarah. Di bukanya peti mati. Dexter telah terbujur kaku di sana. Dibukanya tirai penutup peti. Erik menatap lama wajah sahabatnya. Dan, dengan pelan dia membuka salah sepatu yang dikenakan Dexter. Dan, Erik pun menggantinya dengan salah satu sepatunya. Mereka memakai sepasang sepatu yang berbeda. Tak kuat melihat kepergian sahabatnya, Erik berjalan linglung ke tepi sungai tak jauh dari tempat itu. Dia terduduk lesu di tepinya.

Pascapenguburan, ibunda Dexter mendatangi rumah Erik. Dia langsung melabraknya dan berkata-kata sambil terisak. "Sampai kamu memarahi bahkan memukul Erik lagi, awas, aku akan membunuhmu!" Mendengar ancaman itu, ibunda Erik pun tegang. Dan tangis ibu Dexter pun tak tertahan. Dipeluknya Erik, sahabat anaknya yang telah dianggapnya sebagai anak sendiri itu dengan tangis meledak. Ibunda Erik hanya melihat peristiwa itu dengan tegang.

Itu sedikit cerita yang masih sempat saya ingat. Tentu saya tak dapat bercerita dengan mood cerita di film itu yang menurut saya begitu bagus dan merenyuhkan hati. Dan, di akhir film, hatiku pun menjadi gerimis. Meski tak tumpah, sempat kuingat, ada yang kuusap basah.

Bagitu terkesannya, begitu keluar dari pintu gedung bioskop itu, terpikir di kepalaku, "Nanti kalau aku punya anak lelaki akan kuberi nama Renfro". Keinginan itu sempat terucap dan didengar sahabat saya.

Dan benar, kini Renfro-ku telah besar. Saat kutulis ini, usianya menginjak 6 tahun 6 bulan. Tentu saat nama itu akan kupakai, aku sibuk mencari artinya. Aku ingat pasti, arti namanya kudapatkan di kamus nama-nama yang terdapat di sebuah toko buku, tepatnya di mall kawasan Blok M, Pasaraya Grande. Alhamdulillah, maknanya bagus. Renfro berasal dari kata renfred (saya baca berasal dari rumpun bahasa Tautonic, saya juga kurang tahu persis tentang bahasa itu). Maknanya, kedamaian; kebijaksanaan. Wah, bagus banget. Akhirnya, setelah dicari-cari, dirangkai-rangkai, dicocok-cocokin, dapat deh pasangannya, yaitu Muhammad Renfro Gumilangga Kimlyn. Saya suka berseloroh kalau teman-teman merasa lucu mendengar nama anak saya. Saya bilang, asal sih, bahwa nama anak saya berasal dari empat bahasa. Pertama, bahasa Arab Muhammad. Artinya, yang terpuji. Kedua, Renfro=renfred, dari bahasa Inggris (Tautonic) yang artinya keadamian atau kebijaksanaan. Ketiga, Gumilangga dari bahasa Jawa. Gumilang arting gemilang atau sukses dan angga (anggoro) bermakna hari selasa, pas lahirnya. Dan yang keempat, Kimlyn dari bahasa Mandarin alias China. Padahal, bukan seh.. Kimlyn adalah paduan nama saya dan istri, Abdul Hakim dan Lilyn Indriyawati. Klop deh! Kayak marga gitu, hehe...! Jika digabungkan, sebagai ayah dan ibu, kami berharap anandaku akan tumbuh menjadi orang yang terpuji, baik hati, bijaksana, membawa kedamaian dan kesuksesan buat kami (hakim dan lilyn) dan buat semua orang, amiin...! Tentang hari selasa, biar nggak lupa hari lahirnya. Untuk yang satu itu, Gumilangga, sebenanrnya dulu hampir saya buang karena saya pikir kepanjangan. Akan tetapi, sang eyang, yang tahu maknanya bahwa angga itu selasa, mereka minta tetap agar penggalan tersebut tetap dipakai dan kami pun setuju setelah mengetahuinya.

Itulah kisah tentang The Cure, Brand Renfro, dan Muhammad Renfro Gumilangga Kimlyn.


























Tidak ada komentar: