Senin, 01 Oktober 2007

Dr. KH. Miftah Faridl: PROSES ADALAH ESENSI KEBERHASILAN


Alhamdulillah, Ramadhan kali ini, kembali saya bertemu dengan hamba-hamba Allah yang cerdas dan bertakwa. Di antaranya, saya berkesempatan bertemu dan ngobrol dari dekat dengan Ustadz Dr. KH. Miftah Faridl dari Bandung. Ulama yang berprofesi sebagai dosen di ITB ini begitu luar biasa. Tidak hanya berkeliling di beberapa wilayah di Indonesia, tetapi juga sering mendapat undangan dari luar negeri. Bahkan, sepulang dari Bontang, esoknya, dia harus pergi ke beberapa wilayah di Amerika untuk berdakwah sampai lebaran nanti.

Saya bertemu beliau saat menjadi pembawa acara pada acara Peringatan Nuzulul Qur'an di Masjid Raya Baiturrahman PT Pupuk Kaltim, Jumat, 29 September 2007, selepas sholat tarawih. Ceramahnya bagus, tapi saya tidak berkesempatan mencatat poin-poinnya. Dua hari setelahnya, saya berkesempatan bertemu lagi, saat menjadi MC/moderator pada acara talk show dan buka bersama PD Muhammadiyah Kota Bontang di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Minggu, 1 Oktober 2007. Alhamdulillah, banyak hal atau ilmu baru yang saya dapat. Bahkan, berkesempatan share saat jelang sholat maghrib dan ketika buka/makan setelah sholat.

Beberapa yang saya catat di antaranya adalah tentang esensi dari sebuah keberhasilan (tentu dengan bahasa saya).

  • Seringkali orang mengukur keberhasilan semata-mata dari hasil/produk akhir. Padahal, sebenarnya esensi dari keberhasilan itu adalah prosesnya. Kalau kita sudah berusaha, sang penentu akhir adalah Yang Mahakuasa. Jadi, jangan putus asa, meskipun secara hasil akhir tidak seperti yang kita harapkan. Yakinlah, proses yang kita lakukan dengan niat ikhlas dan sungguh-sungguh telah memberikan sesuatu yang besar dan bermanfaat buat kita dan lingkungan dimana usaha itu kita lakukan.

  • Dulu, para pedagang Hujarat, Arab umumnya, datang ke Indonesia sebagai pedagang. Luar biasanya, meskipun mereka bukan orang-orang Islam yang handal, tetapi mereka mampu menyiarkan agama Islam ke seluruh wilayah Indonesia dalam waktu yang tidak lama. Mereka mampu karena punya niat ikhlas, kuat, dan dilakukan secara kontinue. Sambil berdagang mereka mampu berdakwah. Dan sebagai bukti, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Bandingkan dengan penjajah Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Mereka tidak mampu mengubah wajah Islam Indonesia karena mereka datang dengan bahasa dan kultur penjajah. Jadi, apa yang dilakukan oleh para pedagang Arab tersebut dapat kita teladani, yakni niat ikhlas, kuat, dan terus-menerus dilakukan.

  • Kalau dulu para pendakwah yang notabene adalah pedagang berdakwah dengan kemampuan standar, apalagi waktu itu, sebelum datang Islam, masyarakat Indonesia telah menganut berbagai aliran, buadaya, dan agama, maka para pendakwah cenderung lembut, terutama soal kultur. Hasilnya, masih banyak orang Islam yang dalam mengamalkan ajaran agama masih bercampur-campur dengan budaya lokal yang tidak diajarkan--bersifat sinkritis, campur-campur. Dan, ini menjadi PR buat kita sebagi umat Islam saat ini, agar ajaran Islam semakin mendekati yang sebenarnya. Kelak, kita ingin ajaran Islam semakin murni, tidak sinkritis lagi.

  • Kondisi umat Islam yang banyak dengan berbagai problemnya, membuka celah buat orang atau kelompok lain untuk menggoyahkan keyakinan, yaitu melalui pendidikan yang tidak Islami, pelayanan kesehatan, kultural ekonomi (ini yang paling dominan, mengingat banyak orang miskin), dan media massa. Kita jangan hanya melarang umat agar tidak terpengaruh dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan orang yang ujung-ujungnya menjerumuskan keyakinan, tetapi pelarangan kita harus disertai dengan solusi alternatif. Untuk keempat hal di atas, yaitu pendidikan, kesehatan, kultural ekonomi, dan media massa, umat Islam maupun organisasi Islam di Indonesia harus mampu membuat terobosan yang menjawab problem umat. Jangan terlambat. Sebab, kemiskinan, kebodohan, dan sejenisnya memudahkan orang berpikir dangkal: mengubah keyakinan asal tetap bisa survive.

  • Salah satu langkah yang paling mudah dan dekat dengan kita adalah jaga keluarga, terutama buatlah investasi terbaik, yaitu anak-anak yang terdidik dan sholeh-sholihah. Memang tidak mudah, tetapi bukankah kita harus selalu dan selalu mencoba dengan kontinue? InsyaAllah kita akan selamat dan berhasil, amiin!

Abdul Hakim, S.Pd.

Keterangan foto: Foto bersama selepas makan/buka puasa. Dari kika: Pak Totok, daku, Pak Miftah (berpeci putih).



Tidak ada komentar: