Sabtu, 08 Desember 2007

DISORIENTASI LIRIK LAGU-LAGU INDONESIA(Bagian 1)


Abdul Hakim

Akhir-akhir ini perkembangan musik Indonesia semakin maju, baik yang solo, duet, terlebih anak band. Lagu-lagu yang dinyanyikan pun beragam, mulai dari lagu daerah, dangdut (baik yang orisinil, terlebih yang jenis baru--disco, remix, koplo, dll.), pop, pop rock, pop alternatif, slow rock, sampai yang ngerock abis. Selain itu, musik religi juga sangat marak dan ternyata meledak di pasaran. Sebut saja album-album Haddad Alwi, Sulis, Ungu, Gigi, sampai kepada sukses besar yang diraih Opick dari beberapa albumnya. Khusus untuk jenis musik ini, eksistensinya sudah disandingkan secara sejajar dengan jenis musik pop-rock lainnya. Pada acara chart di beberapa televisi, semisal MTV Ampuh, lagu-lagu Opick maupun Ungu yang kental islaminya, baik pada irama maupun liriknya, wara-wiri berminggu-minggu di ajang tersebut. Bahkan, kesuksesan Opick dalam beberapa albumnya maupun Ungu dalam album Surgamu, tingkat penjualannya dapat mengalahkan album jenis lain pada masanya.

Lagu-lagu dangdut juga semakin hari semakin akrab di telinga masyarakat Indonesi, tanpa memandang kelas sosial, menerobos ruang dan waktu. Lihatlah, siapa yang tidak mengetahui, mengenali, bahkan bisa menyendungkan beberapa lagu dangdut, seperti Bang Toyyib, SMS, Kucing Garong, dan lain-lain. Sayangnya, perkembangan musik dangdut tidak diiringi perbaikan di sisi-sisi lainnya oleh dangduters, terutama penulis lirik dan penampilan penyanyinya. Secara umum, liriknya bekisar masalah rumah tangga, percintaan, dan sejenisnya. Tak ayal, muncul kemudian lagu-lagu dengan judul yang bagaimana ya... (sebenarnya mau bilang rada aneh, kadang rada seronok, rada...? Meski, tidak semua lo! Banyak juga yang bagus dan saya termasuk menyukainya. Misalnya, lagu-lagunya Rhoma Irama, Ikke Nurjannah, Erie Susan, dll.).


Beberapa judul lagu dangdut yang saya maksud di antaranya (saya hanya tahu sedikit, sebenarnya jumlahnya banyak sekali), misalnya Jandaku, ada yang miris juga, kalau tidak salah Seranjang Dua Cinta (hi..., semoga saya salah sebut). Ya, tahunya cuma segitu. Tapi, kalau sesekali Anda mendengarkan, pasti bisa membuat kesimpulan sendiri. Selain itu, cara berdandan dan tampil di panggung juga menjadi masalah, baik itu mennyangkut tata rias (make up), busana yang cenderung compang-camping, maupun performance (goyangan seronok, kerdipan nakal, desahan aneh, dll). Akibatnya, kita sebagi penonton atau penikmat musik menjadi risih dan tidak nyaman saat menontonnya. Lihatlah, bagaimana cara Trio Macan berdandan dan menggeber badannya untuk digoyang. Lihat pula, bagaimana Dewi Persik menyodokkan pantat ke depan dan belakang, ke kiri dan kanan, kadang dengan jongkok dan .... (nggak bisa komenlah!), atau goyangan aneh yang dilakukan oleh Annisa Bahar. Untuk sekarang, hampir setiap hari, selain di TPI atau Indosiar, JTV juga punya andil besar untuk mempopulerkan goyangan-goyangan tak patut tersebut. Tapi, ya sudahlah, kalau mereka tidak mau berpikir positif tentang penampilannya, yakinlah usia mereka hanya seumur jagung. Tidak seabadi Elvy Sukaesih, Rita Sugiarto, Ikke Nurjannah, Rhoma Irama, dan lain-lainnya.

****

Secara khusus, tulisan ini akan menyoroti kecenderungan beberapa pencipta dan penyanyi popo atau pop rock dalam membawakan lagu-lagu dengan lirik-lirik yang sebelumnya tidak populer atau tidak umum karena masuk dalam wilayah ketidakpatutan. Tetapi, ketika diangkat menjadi tema sebuah lagu, hal-hal yang semula dianggap tertutup malah menjadi sesuatu yang populer dan familiar. Pada era 90-an jumlahnya relatif masih sedikit, tetapi pada era 2000-an ini, genre lagu seperti ini menjamur dan sukses di pasaran. Anak-anak kecil sampai kakek-nenek mengetahui, bahkan tidak sedikit dari mereka yang mampu menghafalnya.

Lagu-lagu dengan tipe seperti ini terasa mudah diingat, disenandungkan, bahklan tidak menutup kemungkinan apa yang menjadi isi lagu itu menjadi inspirasi bagi penikmatnya untuk melakukan hal serupa, paling sederhana masyarakat kemudian menjadi maklum dan menjadi biasa terhadap perilaku-perilaku yang sebenarnya menyimpang, tetapi sudah terlanjur menjadi sesuatu yang familiar. Tak heran jika kemudian kita mendengar ucapan-ucapan seperti ini, "Biarpun kamu sudah punya pacar, aku tetap mencintaimu. Aku ikhlas, Jadikan Aku yang Kedua", "Maukah engkau menjadi Sephia-ku?", "Meskipun engkau Kekasih Gelapku, cintaku padamu begitu mendalam", "Memang kita tidak mungkin bersatu untuk menjadi sepasang kekasih, tapi biarkanlah kita menjadi Teman Tapi Mesra", dan ungkapan-ungkapan lainnya yang serupa. Kalau diamati, bukankah dalam setiap bagian kaliimat tersebut adalah judul-judul lagu yang sangat populer di negeri ini? Lagu Jadikan Aku yang Kedua dibawakan Astrid, Sephia (SO7), Kekasih Gelapku (Ungu), dan Teman Tapi Mesra (Ratu).

Sebagai bukti menjamur dan suksesnya lagu-lagu bertema seperti itu, berikut disajikan beberapa lirik dari beberapa lagu. Pada era 90-an pertengahan muncul Java Jive yang personelnya di antaranya Capung dan Fatur dengan hits Selingkuh. Tidak lama kemudian, pada 90-an akhir atau awal 2000 muncul Sheila On Seven (SO7) dengan salah satu hitsnya Sephia. Coba cermati dan simak lirik lagunya berikut.

Selingkuh
Java Jive

Suatu hari ...

Suatu hari ku berjumpa kekasih hatimu

Bercerita tentang indahnya kisah engkau berdua

Teringat kembali cinta, rahasia kita

Terkenang kembali rasa yang pernah ada

Apa kah kau ingat, cintaku di hatimu

Apa kah kau ingat, senyummu yang menggoda

Sesungguhnya aku tak mengerti mengapa ini terjadi

Mungkin sengaja kubiarkan dan jadi permainan

Salahkah diriku cinta diantara dusta

Mungkinkah terjadi rasa yang tulus sejati

Apa kah kau ingat, cintaku di hatimu

Apa kah kau ingat, senyummu yang menggoda

Apa kah kau ingat, cintaku di hatimu

Apa kah kau ingat, senyummu yang menggoda

Diriku terbuai mimpi bidak bidak cinta

Dirimu terlena hasrat akhir permainan

Apakah kau ingat, cintaku di hatimu

Apakah kau ingat, senyummu yang menggoda

Apakah kau ingat, cintaku di hatimu

Apakah kau ingat, senyummu yang menggoda

Sephia
Sheila On 7

Hey Sephia

Malam ini ku takkan datang

Mencoba berpaling sayang

Dari cintamu

Hey Sephia

Malam ini ku takkan pulang

Tak usah kau mencari aku

Demi cintamu

Hadapilah ini

Kisah kita takkan abadi

Selamat tidur kekasih gelapku

Oh... SephiaSemoga cepat kau lupakan aku

Kekasih sejati mu

Takkan pernah sanggup untuk melupakanmu

Selamat tidur kasih tak terungkap

Oh... Sephia

Semoga kau lupakan aku cepat

Kekasih sejati mu

Takkan pernah sanggup untuk meningggalkanmu

Hey Sephia

Jangan pernah panggil namaku

Bila kita bertemu lagi di lain hari

Hadapilah ini

Kisah kita takkan abadi

Itu baru dua contoh debut awal munculnya lagu dengan genre lirik berani. Saat ini, lirik-lirik yang lebih berani dan vulgar dengan mudah dapat kita nikmati. Misalnya, lagu Teman Tapi Mesra (Ratu), Biar Menjadi Kenangan (Reza & Masaki Ueda), Jadikan Aku Yang Kedua (Astrid), Kekasih Gelapku (Ungu), Selingkuh Sekali Saja (She), Tak Selamanya Selingkuh Itu Indah (Merpati Band), Jatuh Cinta Lagi (Playboy) (Matta) , Maafkan Aku Mencintai Kekasihmu (Rebecca), Dirimu Dirinya (Pinkan Mambo), Naluri Lelaki (Samsons), Kekasih Sahabatku (Audy), Lelaki Cadangan (T2), dan masih banyak lagi yang lain.

Lalu, apakah tema-tema seperti hal baru dalam kancah musik Indonesia? Apa yang membedakan? Apakah hal tersebut termasuk penyimpangan (disorientasi) halus? Bersambung ke bagian 2.






Tidak ada komentar: