Minggu, 23 September 2007

Antara Menanam Padi dan Rumput

Selagi bulan mulia begini, kalo mau, kalo menyempatkan diri untuk membuka diri, buka mata, buka telinga, buka hati, maka banyak kesempatan untuk kita dapat me-refresh (bagi yang sudah pernah tahu) atau mengisi baterei iman kita dengan ilmu "hidup di dunia dan akhirat" melalui ceramah, talk show, baca buku, koran, majalah, maupun internet.

Sore tadi, seperti biasa, aku ngemce dalam sebuah acara. Kebetulan (bukan kebetulan dink! Ingat sama kata2 Ary Ginanjar, "Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua telah diatur oleh Sang Pencipta". Dan..., aku sepaham banget akan hal itu), maksudnya kebeneran acaranya silaturrahmi Pimpinan daerah Muhammadiyah Kota Bontang dan warga sekitar Gedung Dakwah Muhammadiyah. Penceramahnya, ustad yang termasuk sering diundang ke Bontang. Ramadhan tahun lalu, pada acara yang berbeda, saya juga sempat jadi moderator talk show, saat dia menjadi nara sumbernya. Yup, dia adalah ustadz lucu dari Jogjakarta, Bapak Didik Purwodarsono. Kalo berceramah, pendengarnya pada ger-geran. Mbanyol. Aapalagi kalo leluconnya memakai bahasa Jawa. Khas. Dia bilang, belum tentu lucu yang diceritakannya jika diubah dalam bahasa Indonesia. Mengingat audience-nya tidak semua orang Jawa, meski mayoritas, maka Pak Didik kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dengan logat jawanya. Satu yang khas juga, sering kalimat-kalimat yang dirangkainya senagaja dibuat berirama, bersajak serupa syair, a-a-a-a gitu. Jadi, semakin sedap jika ia adalah sebuah hidangan.

Yang menarik apa?
Dari sekian banyak yang layak dicatat di pikiran, terdapat satu analog yang paling berkesan buat saya, sangat pas. Apa itu? Untuk menggambarkan bagaimana manusia berupaya di dunia dan apa hasil yang akan didapatnya dunia dan akhirat, Pak Didik berkata kurang lebih begini, "Jika engkau menanam padi, rumput akan engkau dapatkan. Akan tetapi, jika engkau menanam rumput, jangankan padi, jangan-jangan rumput pun tak engkau dapatkan".

Apa itu padi, apa itu rumput?
Padi adalah simbol kebahagiaan hakiki, kebahagiaan akhirat. sedangkan, rumput adalah kebahagiaan duniawi. Kurang lebih juga, kalo dimaknai akan berbunyi, "Jika engkau berusaha mendapatkan kebahagiaan di akhirat nanti dengan berbagai usaha: beribadah, berdoa, menjauhi dan menjauhi larangannya, kebahagiaan akhirat kan kau dapatkan. Kebahagiaan yang tidak lagi kemungkinan, tetapi telah menjadi kepastian. bahkan, pada saat kita hidup di dunia, kebahagiaan hidup pun kita rasakan. Sebaliknya, jika yang kita bangun di dunia ini hanya semata-mata usaha merengkuh kebahagiaan dunia, maka bisa jadi, kebagaiaan dunia pun tak kau raih, apalgi kebahagiaan di akhirat nanti".

Sudah banyak contoh dan fenomena kehidupan hamba-hamba beriman yang ada di sekitar kita yang dapat kita teladani. semoga kita termasuk orang-orang yang mau berpikir dan membuat ornamen indah dalam kehidupan kita. Tentu banyak cara, salah satunya dengan membuat sudut pandang yang tidak selalu matematis. Misalnya, sepuluh dikurangi lima, tinggal lima. Nyesel! Sebab, harapan kita selalu bertambah. Minimal tidak berkurang. Di mata Allah, misalnya, kita punya spuluh, kita sodaqohkan lima, insyaAllah, tidak berkurang. Malah, jumlahnya menjadi berlipat-lipat.

Bontang, 23 Sepetember 2007: 01.20.

Tidak ada komentar: