Rabu, 28 Mei 2008

Perspektif Wimar: Rano Karno Melangkah Karena Kompeten



Pagi ini, Kamis, 29 Mei 2008, kembali saya ikuti sebuah program yang cukup lumayan menyemarakkan pagi-pagi saya, Perspektif Wimar di ANTV. Saya bilang lumayan karena tamu-tamu yang dihadirkan cukup bagus. Selain itu, tentang Wimar yang menjadi host utama acara ini, tentu Anda sudah paham bahwa dia salah satu sosok yang kritis. Semakin semarak karena co-host yang tampil pagi ini adalah si cerewet yang kenes, Melissa Karim. Sekadar diketahui, selain Melissa, co-host acara tersebut yang tampil bergantian adalah Chaty Sharon dan Meisya Siregar.

Sejak semula, meski Rano tidak besar di jalur politik, saya menilai kehadirannya di dunia kepemerintahan bukan sekadar numpang lewat. Pengalaman hidup sebagai parktisi seni budaya, terutama di dunia hiburan, mulai dari menjadi aktor, penulis skenario, sutradara, produser, penyanyi, bintang iklan, dan sederet profesi yang berhubungan dengan dunia keartisannya yang telah dirintis sejak masih imoet sampai saat ini telah memberikan tempaan yang hidup yang mendalam. Tidak sekadar menjadi bagian dari yang diarahkan (aktor), tetapi dia juga menjadi pengarah (sutradara) sekaligus pengelola manajemen di bidangnya yang bisa dibilang sangat berhasil. Terlebih, sepanjang kariernya, jarang sekali kalau tidak bisa dibilang tidak pernah tersandung kasus-kasus berarti.

Pengalaman hidup itu pula yang membuat Rano layak dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai calon pemimpin. Dan, terbukti, setelah tidak jadi maju pada penacalonan dalam Pilkada Jakarta, Rano sukses terpilih menjadi wawali Tanggerang. Saya yakin dia terpilih tidak sekadar populer, tetapi seperti yang saya sebutkan di atas, yaitu karena dia kompeten.

Saat saya menonton Perspektif Wimar, saya semakin yakin, paling tidak Rano mempunyai kepedulian yang besar untuk membangun Tanggerang. Ia tidak sekadar pemanis dalam jabatan. Sebagai seorang wakil ia dipercaya untuk menggarapa bidang pariwisata-seni-budaya, lingkungan, dan kegiatan kepemudaan. Dalam dialog interaktif yang digawangi Wimar tersebut tampak sekali Rano Karno sosok yang mampu, mau belajar, dan peduli. Menurut saya, seharusnya dia menduduki level tingkat provinsi, bukan daerah tingkat 2.

Saya menulis tentang Rano Karno sebagai ungkapan persetujuan bahwa artis pun layak menduduki jabatan. Jika kemudian saya sebutkan kelebihannya, biar bisa mejadi cermin bagi artis lainnya. Jangan sampai seorang artis yang tidak kompeten siap dicalonkan atau mencalonan diri. Begitu juga dengan parpol, jangan asal terkenal, kemudian dicalonkan sebagaai pemancing untuk mengeruk suara. Nggak etislah. Soal pemimpin bukan arena coba-coba.

Beberapa hari terakhir pencalonan artis dalam Pilkada semakin marak. Mungkin mereka tergiur dengan kesuksesan Rano Karno dan Dede Yusuf. Sebut saja, Helmy Yahya, Saiful Jami, Happy Salma, Ulfa Dwiyanti, Wandah Hamidah, Miing Bagito, Pasha Ungu, Delia Citra (penyanyi dangdut), dan siapa lagi yang menyusul..?? Umumnya mereka dicalonkan, kecuali Miing. Dia mencalonkan diri sebagai wakil walikota serang dari calon independen. Beberapa calon di antaranya telah menyatakan ketidakbersediannya, yaitu Happy Salma, Ulfa, dan Pasha. Umumnya, mereka merasa belum pantas atau mampu menduduki jabatan seperti itu.

Di antara yang siap, Miing pasti karena mencalonkan sendiri, Helmy Yahya, Wandah Hamidah, Saiful Jamil, dan Delia Citra. Yang paling siap dan sering sudah memploklamirkan diri di berbagai acara TV, terutama infotainment adalah Saiful Jamil. Padahal, menurut saya, Saiful kurang kompeten untuk dicalonkan. Yang layak dicalonkan adalah Helmy Yahya, terbukti dia smart dan berwawasan. Kemudian, Wandah Hamidah yang telah hampir sepuluh tahun ikut terjun secara langsung di dunia perpolitikan. Meski ikut politik belum tentu jaminan, setidaknya untuk kalangan artis Wandah termasuk yang komit menekuni dunia politik. Sedikit banyak, pasti dia telah memakan asam garamnya dunia pelik tersebut.

Tentang Saiful Jamil terus terang saya meragukan. Kita lihat saja, dalam skala kecil, yaitu rumah tangga, bagaimana dia menyikapi perselisihannya dengan Dewi Persik yang diakhiri dengan perceraian. Bukan berarti orang cerai layak dikasih stempel buruk dijidatnya, sama sekali bukan. Akan tetapi, bagaimana cara Saiful bersikap, bertindak, dan berbicara (membuat statement) di berbagai infotainment setidaknya adalah cermin bagaimana sebenarnya kedewasaan dan kompetensi yang bersangkutan dalam menyikapi persoalan. Itu baru urusan kecil, urusan keluarga, lalu bagaimana dia bersikap ketika dia akan dihadapkan berbagai persoalan yang jumlahnya puluhan ribu dan menyakngkut kebrlangsungan hidup mereka? Sanggupkah ia? Perlu berpikir bijak lagi untuk semua orang yang dicalonkan maupun parpol yang mencalonkan.

Sukses buat Rano Karno.

Tidak ada komentar: