(untuk s’gala keanehan yang ingin kurengkuh)
Abdul Hakim
Aku jenuh dengan segala resah yang membungkam
Aku jenuh dengan segala gundah yang kian menyesak
Aku jenuh, semakin jenuh, dengan gejolak yang kian kembara
Mencencang jiwa
Memberangus bahagia
Aku jenuh…
Teramat jenuh….
Bayang samar itu semakin nyata
Meski kusadar, bukankah mestinya ku tak harus rengkuhnya
Dalam segenap sadarku
Atau dalam linglungku
Atau ketika dalam himpitan yang tak menentu
Ku ingin rengkuhmu
Ku ingin raihmu
Ku ingin ikatmu kuat-kuat di sini
Di sayapku
Lelah kembaraku
Lelah aku harus bertanya dan menjawabnya sendiri
Lelah aku hadapi pilihan yang harusnya aku tak inginkannya untuk memilih
Jenuhku semakin sekarat
Mendepakku ke terjalnya logika
Melukaiku hingga semakin parah
Berdarah-darah
Merah kehitaman…
Merah kehitaman…
Dalam s’tiap detikku
Kini, dan entah sampai kapan, aku merindu
Aku mengharap
Aku ingin bersinergi dengan sendu tatapmu
Lembutmu
Dan s’gala rasa yang tak mampu terdeskripsikan olehku
Atasmu
Gundahku semakin melenguh
Sedang hadirmu kurasa semakin jauh
Meski rinduku semakin menderu
Inginku,
Kau di sini, bergelayut manja tanpa keluh
Sandarakan kepala sambil bercerita
Tentang apa saja
Yang penting, ku dapat tatapmu lebih dekat.
Menyentuhmu lebih erat!
Bontang, 30 Mei 2007
MENGURAI JENUH
(untuk keindahan yang tercipta)
Abdul Hakim
Berjalan menyusuri waktu
Di antara resah yang menggelayut
Menelusup bahagia di sini,
Di kedalaman hati
Ada yang berdesir indah tatkala pesonamu menyentuhku
Tatkala dengan dekat dapat kurasa hela nafasmu
Hari ini,
Dengan segenap keberanian yang meragu
Kusentuhkan hasratku atasmu
Kuluapkan resah emosiku
Kubukakan tabir rindu yang mengganggu
Sesaat jenuhku memudar
Terserak menjadi pecahan getar tak terdefinisi
Tapi,
Ia menjalar indah
Merasuk jiwa
Mengurai kebekuan di titik kulminasi
Meledakkan gemuruh yang mengguncang
Syahdu
Hari ini, jenuhku meleleh sudah
Menjadi bulir bening yang kan meresap sejuk
Di sini
Di dada
Di jiwa
Tapi…,
Mengapa tiba-tiba resah bersenandung lirih
Mencoba meremas, bahkan mencengkeram keindahan ini
Dan, senandung itu kini kian melengking
Akankah kejenuhan yang terurai segera kunjung padam?
Jangan!
Sebab, kuinginkan ia kembara selamanya
Mengisi ruang
Dan waktuku
Abadi
Bontang, 30-31 Mei 2007
EPISODE RESAH
(untuk gundah yang menyelubung)
Abdul Hakim
Di hari lalu,
Telah kuungkap semua tentang
Tabir yang harusnya tak kusingkap
Isi yang harusnya tak kunikmati
Pesona yang harusnya tak kunodai
Kini, pada setiap hela hidupku
Kurasa,,
Nyanyian resah semakin menggema
Sebab, ku teramat paham
Bahwa aku telah keliru menggores kanvasmu
Dengan warna buram
Di hari ini,
Meski tak segan harus kuungkap maaf
Tapi, jujurku, tak ingin ku lepas bahagia itu
Meski, sekali lagi, goresku akanmu
Ternyata semakin absurd
Bontang, 31Mei 2007
ANDAI KASVAS DAN LUKISKU ADALAH SEBUAH KEBENARAN
(untuk lukisan yang kusadar tak mungkin pernah selesai)
Abdul Hakim
Ku sadar,
Bahwa energi yang menyentak adalah sebuah kesalahan
Ku sadar,
Menyentuhmu adalah kegelisahan yang menentramkan
Ku sadar,
Ada nyanyian indah yang juga tengah kau nikmati
Tapi…,
Sekali lagi, ku sadar,
Ini adalah sebuah kekeliruan
Andai kanvasmu adalah pilihan kebenaran
Kan kulukis engkau dengan
Warna-warni pelangi
Warna-warni yang membuatmu menggelayut erat di pundakku
Tuk arungi kedalaman perasaan
Dengan cinta dan kasih
Yang menentramkan
Bontang, 31 Mei 2007
LUKA
(elegi untuk setiap putaran waktu yang mengiris)
Abdul Hakim
Gelisahku semakin membungkam
Pojokkanku, terdiam
Kibas aku dalam kelam
Lumat aku dalam kesendirian
Remukkanku hingga menjadi serpihan
Tangsiku tertahan
Mengkhristal beku, menyakitkan
Bontang, 31 Mei 2007
MENGURAI LARA
(untuk kejernihan hati)
Abdul Hakim
Kucoba terjemahkan setiap lara
Ku urai ia dan kubingkai menjadi kristal berharga
Ku yakin,
Dalam setiap kedalaman kontemplasi
Akan lahir keindahan yang safir
Meski, ia lahir dari luka yang mengiris
Bontang, 31 Mei 2007
SILANG MERAH
(untuk komitmen yang berubah)
Abdul Hakim
Kuambil corak merah
Pekat dan padat
Kusilangkan ia dengan lenguh nafas berat
Dengan tekanan yang menghujam
Dan,
Aku berkata dengan bergetar:
“Enyahlah engkau dari hidupku!”
Selang tak lama,
Aku mulai meragu,
“Apakah silang merah itu sekadar tanda?
Tak punyakah makna?.
Tapi, bukankah aku menginginkannya?”
Otakku menjawab:
“Silang merah itu tidak tegas!
Tidak lurus!”
Bontang, 31 Mei 2007
KEMBARA
(untuk kepak kecil yang tetap ingin melesat lepas)
Abdul Hakim
Akhirnya,
Aku tetap kompromi dengan rasa yang menyulut
Hari kemarin,
Hari ini,
Dan hari esok
Biarlah semua tetap kembara bebas
Biar waktu yang membuat keputusannya sendiri
Sampai suatu saat
Hati akan tertawa menyeringai
Atau lunglai dalam balutan bilur kelam tak termaknai
Bontang, 31 Mei 2007
AKU KANGEN
(untuk kerinduan yang terus mengganggu)
Abdul Hakim
Hari lalu,
Hari ini,
Bahkan, ku yakin hari esok dan seterusnya,
Rindu ini akan tetap biru
Berarak tak putus
Menyiksa
Mendera
Melukaiku
Aku rindu,
Rindu akan hari itu
Tatkala ruang dan waktu tak membatasi
Aku rindu,
Aku rindukanmu!
Bontang, 31 Mei 2007
LUKISMU
(untuk senandung wajah polos nan damai)
Abdul Hakim
Meski tak nyata di sini
Tapi, setiap lekukmu t’lah terlukis sempurna
Senyuman itu,
Tatap lembut itu,
Gelayut manja itu,
Semakin sempurnakan lukisku akanmu
Kini, ia telah terbingkai indah
Di sabana pengharapan
Yang tak juga pupus
Meski terjal tantangan keras menghadang
Bontang, 31 Mei 2007
AKHIRNYA KUDENGAR LAGI
(untuk lembut suara dan manja tawa yang kunanti)
Abdul Hakim
Tentang gelisah dan resah yang kemarin menyesak,
Hari ini terjawab indah
Derai tawamu hapus duka,
Aku tersenyum bahagia
Ada yang merasuk tiba-tiba:
Bahagia
Bontang, 31 Mei 2007
ENGKAU BILANG ESOK PERGI
(ketika ingin tak sampai)
Abdul Hakim
Cerita indah yang esok kau rengkuh
Sisakan lara
T’lah terbayang di mata
Kau berlari kecil
Tertawa bahagia
Saling tatap
…………..
…………….
.
Titik! Dengan tanda seru!
Bontang, 31 Mei-1 Juni 2007
AKHIRNYA KUTULIS SEBUAH KEPUTUSAN
(untuk pengharapan yang absurd)
Abdul Hakim
Hari ini kugores kuat-kuat di sini,
Dalam hati,
Kupatri dalam pikiran,
Bahwa tak ada lagi basa-basi yang harus kuungkap atasmu
Bosan!
Membosankan!
Kucoba beri waktu,
Ku yakin kau akan mengejarku
Saat itulah aku akan mentertawakanmu
Meski itu adalah pengharapanku
Selamat tinggal??
(masih juga tanya yang meragu)
Bontang, 1 Juni 2007
AKHIRNYA KU DIAM
(untuk kebisuanmu)
Abdul Hakim
Kugores kuat-kuat
Ku kan diam
Ku kan bungkam
Sampai kau pun berujar
Bontang, 7 Juni 2007
DAN BENAR, KAU PUN TAK TAHAN
(untuk rindumu)
Abdul Hakim
Dalam gusarku yang meradang
Sesak rindumu menerjang
Kau pun datang
Luapkan emosi yang tertahan
Dan…, aku pun tertawa menang
Bontang, 8 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar