Senin, 06 Oktober 2008

Jangan Menggerutu!

Bertemu dengan orang yang sifat, lagak-lagu, cara berdandan, maupun cara berbicaranya tidak sesuai dengan yang kita (secara umum) inginkan seringkali membuat kita jadi nggedumel, mangkel, alias kesel. Ujung-ujungnya rasa nggak enak ati tersebut membuat kita malas bertemu, antipati, dan underestimed. Tak jarang kemudian kita membicarakannya dengan orang-orang di sekeliling atau orang-orang terdekat. Kita memberi komentar-komentar yang bernada jengkel dan mengolok. Ibarat kata, kalau diverbalkan begitu maka akan berbunyi, "Ciih...!" sambil melengos atau meludah (lebai dikit, hehe...).

Sebenarnya, kalau da orang yang "aneh", lalu dengan spontan keluar komentar kita tentang hal tersebut, di satu sisi memang sesuatu yang alamiah. Di sisi lain, akan menjadi tidak bijak jika kemudian hal tersebut berkembang menjadi bahan rasan-rasan secara tak terputus. Memang agak susah seh kalau kita melihat atau mendengar sesuatu yang "ganjil" dan tidak berkomentar, pasti secara umum kita akan berkomentar atau berseloroh, meski sekadar mengumpat dalam hati.

Agar bermanfaat, maka dalam waktu yang bersamaan, saat kita menyaksikan keanehan, kelemahan, atau kekuarangan orang, maka kita kemudian berkaca, berefleksi agar tidak seperti dia karena kita mengetahui bahwa hal tersebut ternyata tidak baik. Jadi, kita mengambil sisi baik dari sisi buruknya. Mengambil sisi positif dari sisi negatifnya. Menghindarkan diri dari menggerutuinya, sebaliknya mengambil hikmahnya.

Aapabila mungkin--ada keberanian, kesempatan, materi (bahan) perbaikan--, maka akan jauh lebih baik dan bermanfaat jika kita menyampaikan kepada seseorang itu akan kekurangannya. Daripada kita membuang-buang energi dengan membicarakannya dalam debat kusir, diskusi kelompok tak bertema, lebih baik energi positif kita salurkan dengan cara-cara yang tidak baik.

Akan tetapi, lagi-lagi, saya yakin kita sepakat bahwa ternyata untuk tidak membicarakan, sebaliknya memberi masukan, ternyata bukan perbuatan yang mudah, sangat sulit malah. Bukankah begitu?

Oleh karena tidak mudah, maka kita harus mencobanya dengan sedikit demi sedikit. Problem utamanya, biasanya menyangkut keberanian kita berbicara kepada "orang tersebut". Dilemanya, jangan-jangan dia tersinggung atau jangan-jangan dia tidak terima karena dia tidak merasa bahwa dia mempunyai kekuarangan seperti yang kita maksudkan. Nah, semakin susah kan?

Akan tetapi, bagaimanpun keadaannya, kita harus tetap berkemauan positif untuk tidak membicarakan sesuatu secara negatif tanpa memberi solusi. Sah-sah saja menurut saya membicarakan sesuatu yang menjadi fenomena dalam kehidupan kita, tetapi sekali lagi, jangan sekadar menggerutu, mari berbagi untuk saling mengisi.

Mari menjadi orang yang tidak sekadar jago mengkritik, tetapi juga legawa untuk dikritik. Agar kritikan kita dapat diterima maka kita harus belajar berbicara dengan bijak, dengan pilihan kata yang santun, dan cara yang santun pula. Di sisi lain, kita harus selalu siap diberi masukan, siapa tahu masukan-masukan tersebut berpengaruh positif kepada kita.

Tidak ada komentar: